Imam Ahmad Ibn Hambal (W. 241 H), ketika beliau dalam kondisi sakaratul maut, beliau mendengar teriakan seseorang di depan rumahnya, ada seorang laki – laki yang sudah tua renta menangis seperti tangisan perempuan, ia berkata : “saya adalah salah satu diantara orang yang pernah menyiksamu ketika masa ujian terberatmu (yaitu mengatakan Al-Quran itu makhluk) pada masa kekhalifaan al-Mu’tashim, sekarang saya datang menghadapmu memohon maaf dan ampunan darimu”. Imam Ahmad pun mendo’akan agar orang ini diampuni oleh Allah atas segala perbuatanya yang pernah menyiksanya selama bertahun tahun.
.
Sampai-sampai anaknya bertanya, “wahai ayah mengapa engkau memohonkan ampunan bagi orang yang telah menyiksamu dengan siksaan yang cukup pedih”? Imam Ahmad menjawab, “ apa manfaat yang akan ayah dapatkan dari saudaramu yang terkena azab? “
Apakah kamu tidak mengetahui firman Allah “ barang siapa mema’afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah”. (Q.S. as-Syuro: 40). Tidaklah kamu ketahui jika datang hari kiamat, kemudian datanglah umat manusia kehadapan Allah dan ketika itu di panggil: “berdirilah siapa yang pahalanya atas tanggungan Allah”, maka tidak akan ada yang berdiri kecuali orang yang telah memaafkan di dunia. Dan saya mengharap salah satu diantara orang yang mendapat pahala atas tanggunganAllah tersebut”. .
Seorang Hakim berkata: kelezatan memaafkan itu lebih baik daripada kelezatan membalas dendam, karena kelezatan memaafkan itu akan berujung pada kebaikan, sedangkan kelezatan balas dendam itu berujung pada penyesalan.
Salah seorang berkata: siapa yang tidak menerima taubat maka besarlah kesalahanya, barang siapa tidak berbuat baik kepada orang yang bertaubat buruklah perilakunya.
Jika ada orang datang meminta maaf atas perilakunya terhadapmu atau karena kesalahanya yang ia perbuat maka maafkanlah, ampunilah ia di dunia ini sebelum di akhirat kelak. Ingatlah firman Allah: “Barangsiapa mema’afkan dan berbuat baik maka pahala atas tanggungan Allah”. Salah seorang berkata: tidaklah seorang itu dikatakan jenius sampai ia mempunyai dua perkara pada dirinya: ia merasa cukup terhadap apa yang ada di tangan manusia, dan memaafkan apa yang terjadi diantara mereka.
Imam syafi’i (W. 204 H) berkata:
لَمَّا عَفَوْتُ وَلَمْ أَحْقِدْ عَلىَ أَحَدٍ *** أَرِحْتُ نَفْسِي مِنْ هـمِّ العَـدَاوَات
Kala mema’afkan saya (berupayaa untuk) tidak iri pada siapa pun *** saya tenangkan jiwa saya dari keinginan bermusuhan. (Lihat: Sahirul Layali Fi Riyadlil Jannah, Hal: 284-284). Semoga Allah senantiasa menjaga kita semuanya dan nanti dikumpulkan dengan orang-orang shalih Aamien Allahumma Aamien. Al-Faqir Ila Allah, ZA.