Abu Yusuf lahir tahun 113 H dan mempunyai nama asli Ya’kub Ibn Ibrahim, yang merupakan salah satu murid emas Imam Abu Hanifah dari 40 murid utamanya. Beliau yatim sejak kecil, Ia dirawat oleh ibunya dan bekerja kepada salah satu saudagar di daerahnya.
Abu Yusuf sangat menggemari Ilmu sejak usia belia, setiap melintasi jalan menuju tempat kerja dijumpainya kajian Imam Abu Hanifah, yang mana waktu itu beliau sedang mengajar murid-muridnya. Saking asyinya mengikuti kajian, sehingga ia sering telat menuju tempat kerjanya. Sampai-sampai beberapakali ibunya memperingatkan, agar jangan sering-sering telat. .
Ibunya mengatakan: “Di saat dia telat masuk kerja, pasti akan aku jumpai ia sedang duduk mendengarkan kajian Imam Abu Hanifah”.
Ketika tragedi ini berulang kali terjadi, Ibu Abu Yusuf berkata kepada Abu Hanifah: “Kamu telah membuatku dan anakku terganggu, kami tidak punya pemasukan kecuali dari pekerjaan ini”.
Abu Hanifah kemudian mengatakan: “Mohon Ibu jangan bicara seperti itu lagi! Anak ibu sedang menuntut ilmu, dan dia anak yang cukup cerdik, in sya Allah nanti akan datang suatu masa kamu akan merasakan Faaluuj (Manisan yang enak/makanan yang paling enak), dan piringnya terbuat dari batu pirus”.
Ibunya menyahuti: “Kamu ini Syekh Besar yang mau menipuku”.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun terus berputar keteguhan Abu Yusuf tetap menyala-nyala. Setiap selesai kajian beliau diberi makan dan uang oleh Abu Hanifah, kesetiaan Abu Yusuf dibuktikan dengan mengikuti dan mendampingi kajian Abu Hanifah tidak kurang dari 17 tahun lamanya, sebagaimana Abu Hanifah mengikuti gurunya Hammad yang cukup lama kurang lebih 40 tahun. (…..Jadi sebenarnya prosesnya memang lama tidak instan, apalagi yang ngajinya kadang nongol kadang ngilang,…..kadang ngaji diulang-ulang bukan berarti guru tidak mengetahui, namun untuk memantapkan dalam hati (Ujar Syekh Dr. Sholah di salah satu pertemuan saat memberikan kuliah Studi Ilmu al-Qur’an ketika masih di Univ. Al-Qur’an Sudan) jadi ngaji memang butuh niat kuat dan kesungguhan.
Maka datang pada suatu hari, Abu Yusuf ditunjuk oleh Khalifah Harun ar-Rasyid sebagai Qadhi Qudhaat (Hakim Agung). Tatkala selesai pelantikannya, suatu saat beliau diajak makan Faaluuj (makanan yang cukup mewah) dan piring terbuat dari batu pirus.
Harun ar-Rasyid mempersilahkan: Makanlah kami jarang-jarang lho masak yang seperti ini!!
Abu Yusuf bertanya, Apa ini wahai Amirul Mukminin?
Beliau menjawab (Faaluuj), maka Abu Yusuf tersenyum.
Harun ar-Rasyid penasaran, kenapa senyum-senyum sampean?
Abu Yusuf menjawab, Saya teringat apa yang pernah disampaikan oleh Imam Abu Hanifah, beliau Kyai saya yang tak bosan menasehati dan mentransfer ilmunya kepada saya.
Harun ar-Rasyid mengatakan: “Siapa yang menginginkan dunia maka harus dengan ilmu, siapa yang menginginkan akhirat juga harus dengan ilmu, dan siapa yang menginginkan keduanya maka harus dengan ilmu”.
Begitu mulianya Imam Abu Hanifah, yang dia melihat dengan mata hatinya bukan dengan hawa nafsunya. Maka sangat wajar jika Abu Yusuf sebagai salah satu muridnya menjadi seorang Imam, Mujtahid, Muhaddits, bahkan Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya mengatakan: beliau hafal tafsir, mengetahui secara detail tentang sejarah peperangan, dan sangat menojol dibidang ilmu Fiqh. (Lihat: Siyar A’lamin Nubala’, Jilid: 8/536-538). Tak kurang 9 buah kitab tertorehkan dari buah pikiran beliau, yaitu kitab-kitab rujukan dalam Madzhab Hanafi. (Lihat: Kasyfudz-Dzunnun, Jilid: 2/1415). .
Sososk seperti beliau sangat dirindukan dan dinantikan, beliau meninggalkan dunia ini pada tahun 181 H, tepatnya hari kamis bulan rabi’ul awwal. Ribuan orang ikut mengiringi jenazahnya. (Lihat: Masyahirul Amshar, Jilid: 1/171).
Jejaknya akan menjadi potret yang luar biasa, semangatnya yang membaja akan selalu dikenang sepanjang masa dan perjuangannya akan menjadi cerita menarik untuk generasi berikutnya.
Inti dari tulisan ini, bagaimana kita semangat menuntut ilmu agama sebagaimana Abu Yusuf dengan segala kekurangan tidak menyurutkan semangat dan langkanya dalam menuntut ilmu.
Semoga Allah menjaga dan memudahkan langkah kita semuanya Aamien Allahumma Aamien. Al-Faqir Ila Allah, ZA.