Lompat ke konten

Pondok Pesantren Darul Arifin Jambi

Hikmah Pagi: Menjadi Bintang

Di tengah hiruk pikuk yang semakin memanas, di mana selama ini do’a jarang sekali dijadikan rebutan, bahkan yang tidak pernah berdo’apun ikut mempermasalahkan. Semoga Allah memberi yang terbaik bagi bangsa ini.
Sambil menyeruput kopi disela-sela membaca buku, (عقلاء المجانين) ‘uqola al-majaanin datang buku baru yang tidak kalah menarik untuk diperbincangkan yaitu kitab:”العلماء العزاب الذين آثروا العلم على الزواج” “Para Ulama’ yang memjomblo yang lebih mengutamakan Ilmu daripada menikah“. .
Walaupun sebenarnya buku ini sebenarnya bukan buku baru karena awal terbit tahun 1982, dan masuk Indonesia sekitar 2 tahun terakhir ini. Ditulis oleh ulama tersohor yaitu Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah (W. 1417 H). Dua buku ini setidaknya ada sesuatu yang menarik untuk dikaji, buku yang satu berbicara tentang kedekatan mereka kepada Allah dan kehati-hatian mereka terhadap dunia sehingga ke ‘aliman dan kezuhudan mereka tidak ingin diketahui oleh orang banyak sehingga para khalayak menganggap mereka orang gila seperti Uwais al-Qarni, Majnun Bani ‘Amir, Abu al-Hassan ‘Ulayyan dll. .
Sedangkan buku yang satu berbicara tentang bagaimana seorang ‘ulama yang disibukkan dengan ilmu pengetahuan sampai mereka tidak menikah kwatir kenikmatan mereka dengan ilmu terganggu, tentu bukan tanpa alasan karena Umar Ibn Khattab pernah menyampaikan,
تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا
Perdalamlah ilmu agama sebelum disibukkan dengan pernikahan. (Imam az-Zubaidi menambahkan, karena kebiasaan orang yang sudah menikah akan disibukkan dengan urusan rumah tangganya dibandingkan dengan keilmuan). (Lihat: Tajul ‘Arus, Jilid: 3/369).

Memang untuk menjadi seorang ‘alim membutuhkan berjam-jam dengan duduk sambil membaca dan menulis, mengkaji dan memperdalam, mungkinkah akan dapat dilakukan semuanya itu, ketika ada seorang perempuan yang merengek dan manja? Walau tidak semua perempuan demikian.
Maka tak heram banyak ditemukan dibeberapa negara para masyayikh yang mengakhirkan pernikahannya, bukan karena apa; namun karena mereka sudah merasakan kenikmatan berinteraksi dengan keilmuan, hal ini yang sangat mahal bagi mereka.

Namun juga tak sedikit yang menyegerakan untuk menikah supaya tidak tergoda dengan syahwat wanita seperti Syekh Ramadlan al-Buthy (W. 1434 H) yang menikah ketika sedang asyik menimbah ilmu di pesantren, beliau dipanggil oleh orang tuanya untuk segera menikah di usia 22 atau 23 tahun yang terpaut jauh dengan usia istrinya, walau sempat beliau kecewa, karena sedang asyiknya belajar diminta untuk menikah. Yang akhirnya beliau mengetahui alasan orang tua beliau menikahkan beliau saat usia muda yang dituangkan dalam bukunya: “Hadza Waalidzi”, beliau menyampaikan: saya baru mengetahui kenapa orang tua saya menikahkan saya di usia muda supaya saya tidak lagi memikirkan hal-hal yang negatif dan syahwat yang liar, sehingga saya fokus pada keilmuan. Sehingga beliau menjadi orang yang sangat ‘alim disegani di timur maupun di barat.
Imam Bisyr Al-Hafi (W. 237 H) pernah menyampaikan,
ذُبِحَ العِلْمُ بَيْنَ أَفْخَاذِ النِّسَاءِ “Ilmu itu disembelih (bisa hilang) diantara mulusnya paha- paha perempuan,“ (Lihat: Kasyful Khofa’, Jilid: 1/476). Tentu masih banyak alasan-alasan yang lain sehingga para ulama menyembunyikan ke’alimannya juga sampai mereka tidak menikah. Mau mengetahui alasannya, tetap ikuti hikmah pagi di tulisan-tulisan mendatang dan mohon do’a dari pembaca semoga sehat dan istiqomah.
Semoga Allah menjaga kita semuanya Aamien Allahumma Aamien. Al-Faqir Ila Allah, ZA.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait