Setiap manusia pasti mempunyai cita-cita mulia dan harapan untuk masa depannya, namun untuk merai semua itu pasti butuh kesabaran dan konsentrasi penuh karena tidak yang semua kita inginkan akan terwujud sebagaimana apa yang kita pikirkan. Karena terkadang dibalik itu terdapat rahasia yang cukup besar dari Allah.
Sebagaimana kisah Sayyidah Maryam Ibu Nabiyulllah Isa ‘Alaihis Salam bagaimana Ibu Maryam atau istri Imram menginginkan anak laki-laki dan bernadzar dalam al-Qur’an dikatakan,
إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. Ali Imran Ayat 35).
Kata “muharrara” menurut para ulama tafsir berarti seseorang yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk konsentrasi beribadah dan menjadi siap menjadi pelayan yang mengabdikan dirinya untuk Allah.
Namun tatkala istri Imran melahirkan anak perempuan sebagaimana surat Ali Imran ayat 36, istri Imran dengan nada menyesal, meminta maaf dan sedih, karena sebelumnya beliau berharap anak laki-laki agar bisa berkonsentrasi penuh mengabdikan dirinya kepada Allah. Sedangkan anak perempuan tidak pantas mengemban perintah tersebut terlebih ketika datang bulan. (Lihat: Tafsir Al-Manar, Jilid: 3/292).
Kemudaian Allah menyatakan di dalam al-Qur’an,
قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَىٰ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ
Maryam berkata: Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. (Q.S. Ali Imran Ayat 36).
Allah menegaskan, bahwa Allah mengetahui kedudukan bayi perempuan yang dilahirkan, dan bahwa anak tersebut tidak seperti kebanyakan laki-laki yang ada bahkan lebih mulia dibandingkan mereka.
Kemudian bayi itu diberi nama Maryam dan Allah meridloi nadzar istri Imran sebagai pengganti anak laki-laki untuk berkonsentrasi ibadah penuh kepada-Nya di Baitullah di bawah asuhan pamannya yaitu Nabi Zakariyyah, beliau adalah suami dari bibi sayyidah Maryam. Maryam belajar dari beliau ilmu pengetahuan dan ilmu kehidupan.
Dibawah asuhan Nabiyullah Zakariyyah Maryam menjadi wanita sholihah bahkan kelebihannya nampak dibandingkan wanita lain dimasanya. (Lihat: Tafsir Ibn Katsir, Jilid: 1/360).
Suatu hari Nabi Zakariyyah kaget dan takjub, karena beliau mendapati buah-buahan musim panas di dekat Maryam pada musim dingin, dan buah-buahan musim dingin di dekat Maryam pada musim panas. Ini menunjukkan karamah (kemuliaan) para kekasih Allah, sampai Nabi Zakariyyah bertanya,
قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (Q.S. Ali Imran Ayat 37).
Kisah ini menunjukkan bahwa apa yang kita harapkan belum tentu sesuai harapan, bahkan orang shaleh seperti keluarga Imran sekalipun. Tapi yang perlu menjadi catatan, apa yang sudah digariskan atau direncanakan Allah itu pasti lebih indah dan menarik dari apa yang kita bayangkan sebagaimana kisah Sayyidah Maryam ini, yang akhirnya menjadi orang yang sangat dekat kepada Allah dan menjadi perempuan paling mulia dimasanya.
Semoga Allah senantiasa memberikan ketentuan-Nya kepada kita yang paling baik untuk kita jalankan dan istiqomah di jalan-Nya Aamien Allahumma Aamien. Al-Faqir Ila Allah, ZA.